Rabu, 09 Desember 2015

BEASISWA KULIAH DI ARAB SAUDI

Info Penting dari Channel Telegram Markaz Ta'awun Dakwah dan Bimbingan Islam: http://goo.gl/6bYB1k📡

🌍 Kuliah Gratis di Universitas Bertaraf Internasional, Saudi Arabia (S1, S2, S3):

✅ Plus Bisa Haji dan Umroh Gratis

✅ Menghadiri Majelis-majelis Ilmu Ulama Besar Ahlus Sunnah

✅ Sholat di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi

✅ Negeri Muslim, Dengan Berbagai Kemudahan Beribadah, Makanan yang Halal dan Pergaulan Antara Lawan Jenis yang Lebih Terjaga (Kelas Pria dan Wanita Terpisah, Mahasiswi Wajib Menutup Aurat)

✅ Uang Saku Bulanan, Tiket Gratis PP Setiap Liburan (Pada Umumnya, Mungkin Tidak Semuanya)

✅ Terbuka untuk Jurusan Ilmu Agama dan Umum

✅ Syarat Jurusan Ilmu Agama (Menguasai Bahasa Arab) dan Umum (Menguasai Bahasa Inggris)

🌐 Syarat-syarat Lainnya dan Info Pendaftaran Lihat di Website Masing-masing Universitas:

1. Al-Imam Muhammad bin Su'ud University http://imamu.edu.sa dan https://elearn.imamu.edu.sa

2. King Fahd University of Petroleum and Mineral http://kfupm.edu.sa

3. King Su'ud University http://ksu.edu.sa

4. King 'Abdul 'Aziz University http://kau.edu.sa

5. Ummul Qura University of Makka http://uqu.edu.sa

6. King Faisal University http://kfu.edu.sa

7. Najran University http://nu.edu.sa

8. King Khalid University http://kku.edu.sa

9. Jazan University http://jazanu.edu.sa

10. Prince Sultan University http://psu.edu.sa

11. King Abdullah University of Science and Technology http://kaust.edu.sa

12. Taibah University http://taibahu.edu.sa

13. Univesity of Ha’il http://uoh.edu.sa

14. Prince Muhammad Univesity http://pmu.edu.sa

15. College of Nursing and Allied Health Science http://ngha.med.sa

16. Arab Open University Saudi Arabia http://arabou.org.sa

17. Taif University http://tu.edu.sa

18. King Su'ud bin 'Abdul 'Aziz University for Health and Science http://ksau-hs.edu.sa

19. Naif Arab Univesrity for Security Science http://nauss.edu.sa

20. Al-Faisal University http://alfaisal.edu.sa

21. Institute of Public Administra

CINTA ANAK YATIM

Keutamaan Menyantuni Anak Yatim 1. tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? 2. Itulah orang yang menghardik anak yatim, 3. dan tidak menganjurkan memberi Makan orang miskin. 4. Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, 5. (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya, 6. orang-orang yang berbuat riya 7. dan enggan (menolong dengan) barang berguna Di dalam QS. Al-Maun ayat 1-7 di atas menunjukkan bahwa Islam memberikan perhatian yang khusus terhadap anak yatim dan orang miskin. Sebagai ajaran samawi yang sempurna, agama Islam selalu mengajak kepada umat manusia untuk beramal dan bersedekah kepada orang-orang miskin yang kurang beruntung di sekitar kita. Hal ini sekaligus menyiratkan bahwa kita sebagai umat Islam diharuskan menjadi orang yang kaya agar dapat bersedekah semaksimal mungkin. Anak yatim adalah anak yang kehilangan ayahnya. Sebagai seorang pelindung sekaligus tulang punggung keluarga, peranan ayah sangatlah vital baik dalam hal kasih sayang maupun kehidupan ekonomi. Berbuat baik kepada anak yatim merupakan salah satu bentuk akhlak yang mulia, sebaliknya berbuat aniaya terhadap anak yatim diancam oleh Allah dengan neraka dan tidak diterimanya amal ibadah shalat, naudzubillahi min dzalik. Selain janji Allah di atas, ada banyak keutamaan menyantuni anak yatim yang telah disebutkan di dalam atsar maupun Hadis Rasulullah Muhammad SAW, antara lain: Suatu ketika sahabat Saib bin Abdullah ra. datang kepada Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam, maka Rasulullah bersabda kepadanya : ياَ سَائِبُ انْظُرْ أَخْلاَقَكَ الَّتِيْ كُنْتَ تَصْنَعُهَا فِيْ الجْاَهِلِيَّةِ فَاجْعَلْهَا فِيْ اْلإِسْلاَمِ. أَقْرِ الضَّيْفَ و أَكْرِمِ الْيَتِيْمَ وَ أَحْسِنْ إِلَى جَارِكَ "Wahai Saib, perhatikanlah akhlak yang biasa kamu lakukan ketika kamu masih dalam kejahiliyahan, laksanakan pula ia dalam masa keislaman. Jamulah tamu, muliakanlah anak yatim, dan berbuat baiklah kepada tetangga." (HR.Ahmad dan Abu Dawud, Shohih Abu Dawud) Dalam sebuah atsar disebutkan riwayat dari Nabi Daud 'alaihissalam, yang berkata : كُنْ لِلْيََتِيْمِ كَاْلأَبِ الرَّحِيْمِ "Bersikaplah kepada anak yatim, seperti seorang bapak yang penyayang." [HR. Bukhori] Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda : أَنَا وَكَافِلُ الْيَتِيْمِ فِيْ الْجَنَّةِ هَكَذَا وَأَشَارَ بِالسَّبَابَةِ وَالْوُسْطَى وَ فَرَجَ بَيْنَهُمَا شَيْئًا "Aku dan orang-orang yang mengasuh/menyantuni anak yatim di Surga seperti ini", Kemudian beliau memberi isyarat dengan jari telunjuk dan jari tengah seraya sedikit merenggangkannya. (HR. Bukhori) Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata : "Isyarat ini cukup untuk menegaskan kedekatan kedudukan pemberi santunan kepada anak yatim dan kedudukan Nabi, karena tidak ada jari yang memisahkan jari telunjuk dengan jari tengah." Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda : مَنْ ضَمَّ يَتِيْمًا بَيْنَ أَبَوَيْنِ مُسْلِمَيْنِ فِيْ طَعَامِهِ وَ شَرَابِهِ حَتَّى يَسْتَغْنِيَ عَنْهُ وَجَبَتْ لَهُ الْجَنَّةُ ...... "Barang siapa yang mengikutsertakan seorang anak yatim diantara dua orang tua yang muslim, dalam makan dan minumnya, sehingga mencukupinya maka ia pasti masuk surga." (HR. Abu Ya'la dan Thobroni, Shohih At Targhib) Menyantuni anak yatim juga dapat dijadikan sebagai sarana untuk menjadikan hati lunak. Diriwayatkan oleh Abu Darda' rodhiyallohu 'anhu yang berkata : أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ رَجُلٌ يَشْكُوْ قَسْوَةَ قَلْبِهِ, قَالَ : أَتُحِبُّ أَنْ يَلِيْنَ قَلْبُكَ, وَ تُدْرَكَ حَاجَتُكَ ؟ اِرْحَمِ الْيَتِيْمَ, وَامْسَحْ رَأْسَهُ, وَأَطْعِمْهُ مِنْ طَعَامِكَ, يَلِنْ قَلْبُكَ, وَتُدْرَكْ حَاجَتُكَ "Ada seorang laki-laki yang datang kepada nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam mengeluhkan kekerasan hatinya. Nabipun bertanya : sukakah kamu, jika hatimu menjadi lunak dan kebutuhanmu terpenuhi ? Kasihilah anak yatim, usaplah mukanya, dan berilah makan dari makananmu, niscaya hatimu menjadi lunak dan kebutuhanmu akan terpenuhi." (HR Thobroni, Targhib) Demikianlah, sangat besar keutamaan menyayangi dan menyantuni anak yatim, hingga ia dapat memudahkan urusan kita di dunia dan diakhirat. Secara ringkas ada beberapa cara di era modern ini bagi kita untuk menyantuni anak yatim, yaitu: a) Memberikan makan dan menanggung kebutuhan pokoknya b) Mengusap kepala serta menunjukkan kasih sayang kepadanya c) Memberikan beasiswa atau membiayainya sekolah d) Memberikan pendidikan yang ikhlas kepadanya e) Memberikan hukuman dengan lemah lembut bila ia berbuat salah f) Memberikan hadiab berupa buku atau hal-hal edukasi lainnya yang dapat mengembangkan kemandiriannya. Wallahu ‘alam sumber : http://www.muslimnas.com/2011/12/keutamaan-menyantuni-anak-yatim.html

Kamis, 03 Desember 2015

IDUL YATAMA SEBAGAI HARI MENYANTUNI ANAK YATIM

Idul Yatama, diartikan sebagai hari raya anak-anak yatim yang bertepatan dengan tanggal 10 Muharram (Asyura). Salah satu tradisi-tradisi Asyuro yang banyak diterangkan dalam kitab ulama. Pada dasarnya istilah ini bukan bermaksud membuat hari raya baru sebagaimana Ied syar'i seperti Idul Fithri dan Idul Adlha. Penyebutan istilah Ied hanya sebagai ungkapan kegembiraan dan kesenangan. Orang-orang kadang biasa menyebut hari yang menggembirakan sebagai "hari raya (ied)". Dalam syair-syair Arab pun banyak menggunakan kata 'Ied tetapi tidak maksudkan sebagai Ied yang sebenarnya. Demikian pula dengan istilah Idul Yatama yang dimaksudkan sebagai Hari Anak Yatim, sebagaimana Hari Santri, Hari Pahlawan, Hari Kemerdekaan, Hari Pohon (peduli lingkungan), Hari Ibu dan sejenisnya. Maksud dari Hari Anak Yatim adalah hari menyantuni anak-anak yatim, momen yang mengingatkan masyarakat tentang anak-anak yatim yang perlu mendapat santunan / uluran tangan. Momen tersebut tidak pula dimaksudkan hanya berlangsung pada hari itu atau sehari dalam setahun, karena menyantuni anak yatim bisa dilakukan kapanpun. Sebagian orang kadang melakukan pemelintiran, bila ada hari yang digunakan sebagai momen tertentu maka dihari yang lain kegiatan itu tidak berlangsung. Ini salah paham, bisa pula sengaja disalah pahami. Momentum 10 Muharram atau Asyura diambil karena ada anjuran pada hari tersebut untuk menyantuni anak-anak yatim serta ada balasan yang besar dari Allah SWT berupa diangkatnya derajat orang yang menyantuni anak yatim pada hari tersebut. Seperti halnya momentum Hari Santri di usulkan bertepatan dengan hari Resolusi Jihad (22 Oktober) karena momen tersebut tidak lepas dari perjuangan para santri dan ulama pesantren. Hari Pahlawan bertepatan dengan 10 November untuk mengenang perjuangan rakyat Indonesia, dan lain sebagainya. Didalam kitab Fathul Bari Syarh Shahih al-Bukhari, al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqalani menyebutkan, وورد في فضل مسح رأس اليتيم حديث أخرجه احمد والطبراني عن أبي امامة بلفظ من مسح رأس يتيم لا يمسحه الا لله كان له بكل شعرة تمر يده عليها حسنة وسنده ضعيف ولأحمد من حديث أبي هريرة ان رجلا شكى إلى النبي صلى الله عليه و سلم قسوة قلبه فقال اطعم المسكين وامسح رأس اليتيم وسنده حسن "Dan telah datang hadits-hadits mengenai keutamaan mengusap kepala anak yatim yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan At-Thabraani dari Abu Umamah dengan pernyataan (lafadh) "Barangsiapa mengusap kepala anak yatim yang semata-mata karena Allah disetiap rambut yang ia usap, niscaya Allah berikan kebaikan", sanadnya lemah (dloif). Juga hadits dari Abu Hurairah "Sesungguhnya seorang lelaki mengadu pada Nabi SAW tentang kerasnya hatinya, Nabi bersabda "Berikan makanan orang miskin dan usaplah kepala anak yatim", sanadnya Hasan. Dalam riwayat lain : عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَجُلاً شَكَا إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَسْوَةَ قَلْبِهِ فَقَالَ امْسَحْ رَأْسَ الْيَتِيمِ وَأَطْعِمْ الْمِسْكِينَ. رواه أحمد. قال الحافظ الدمياطي ورجاله رجال الصحيح. Dari Abu Hurairah, bahwa seorang laki-laki mengeluhkan hatinya yang keras kepada Nabi SAW. Lalu beliau bersabda: “Usaplah kepala anak yatim, dan berilah makan orang miskin.” (HR. Ahmad. Al-Hafizh al-Dimyathi berkata: “Para perawinya adalah para perawi hadits shahih.” Lihat, al-Hafizh al-Dimyathi, al-Matjar al-Rabih fi Tsawab al-‘Amal al-Shalih, hlm 259) Dalam kitab Tanbihul Ghafilin bi-Ahaditsi Sayyidil Anbiyaa-i wal Mursalin li-Samarqandi disebutkan riwayat dari Ibnu 'Abbas bahwa Rasulullah Saw. bersabda: مَنْ صَامَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ مِنَ الْمُحَرَّمِ أَعْطَاهُ اللَّهُ تَعَالَى ثَوَابَ عَشْرَةِ آلافِ مَلَكٍ ، وَمَنْ صَامَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ مِنَ الْمُحَرَّمِ أُعْطِيَ ثَوَابَ عَشْرَةِ آلَافِ حَاجٍّ وَمُعْتَمِرٍ وَعَشْرَةِ آلافِ شَهِيدٍ ، وَمَنْ مَسَحَ يَدَهُ عَلَى رَأْسِ يَتِيمٍ يَوْمَ عَاشُورَاءَ رَفَعَ اللَّهُ تَعَالَى لَهُ بِكُلِّ شَعْرَةٍ دَرَجَةً "Barangsiapa yang puasa para hari Asyura (tanggal 10) bulan Muharran niscaya Allah akan memberikan 10000 pahala malaikat dan pahala 10.000 pra syuhada', dan baragsiapa mengusap kepala anak yatim pada hari Asyura' niscaya Allah angkat derajatnya pada setiap rambut yang diusapnya". Hadits ini memang tidak kuat, tetapi ulama membolehkan menentukan hari untuk beramal kebajikan. Imam Ibnu Hajar al-Asqalani menjelaskan mengenai riwayat Ibnu Umar sebagai berikut: وفي هذا الحديث على اختلاف طرقه دلالة على جواز تخصيص بعض الأيام ببعض الأعمال الصالحه والمداومه على ذلك “Hadits ini, dengan jalur-jalurnya yang berbeda, mengandung dalil bolehnya menentukan sebagian hari, dengan sebagian amal-amal saleh dan melakukannya secara rutin" (Fath al-Bari, 3/69). Makna Mengusap Kepala Anak Yatim Berkaitan dengan mengusap anak kepala anak yatim (Mas-hu Ro'yi Yatiim), ulama mengartikannya sebagai makna hakiki (makna yang sebenarnya) yaitu mengusap kepala anak yatim dengan tangan, dan ulama lainnya mengartikannya sebagai makna kinayah (kiasan) berupa melakukan perbuatan baik seperti santunan kepada anak yatim dan perlakuan lembah lembut dan sebagainya. والمراد من المسح في الحديث الثاني حقيقته كما بينه آخر الحديث وهو (من مسح رأس يتيم لم يمسحه إلا لله كان له بكل شعرة تمر عليها يده عشر حسنات ومن أحسن إلى يتيمة أو يتيم عنده كنت أنا وهو في الجنة كهاتين وقرن بين أصبعيه) . وخص الرأس بذلك لأن في المسح عليه تعظيما لصاحبه وشفقة عليه ومحبة له وجبرا لخاطره، وهذه كلها مع اليتيم تقتضي هذا الثوب الجزيل، وأما جعل ذلك كناية عن الإحسان فهو غير محتاج إِلَيْهِ لِأَن ثَوَاب الْإِحْسَان الَّذِي هُوَ أَعلَى وأجلّ قد ذكر بعده "Maksud dari "mengusap" dalam hadits kedua adalah makna hakiki (yang sebenarnya) sebagaimana diterangkan oleh hadits lain, yaitu "Barangsiapa yang mengusap kepala anak yatim semata-mata karena Allah, niscaya Allah berikan sepuluh kebaikan pada setiap helai rambutnya, dan barangsiapa memperbaiki anak yatim perempuan atau laki-laki yang ada disisinya niscaya aku dan dia bersamanya seperti ini, dan Nabi menggandeng antara jarinya". Penyebutan kata ro'sun / kepala secara khusus karena mengusap kepala mengandung pengertian sikap penghargaan, kasih sayang, cinta kasih dan mengayomi kebutuhan yang diusap, semua itu bila dilakukan pada anak yatim maka mendapatkan pahala. Adapun mengartikannya secara kinayah (kiasan / bukan makna sebenarnya) berupa perbuatan kebajikan tidaklah dibutuhkan, karena pahala kebajikan yang lebih tinggi telah disebutkan setelahnya..." (al-Fatawa al-Haditsiyyah li-Ibni Hajar al-Haitami, 1/43) قال الطيبي: مسح رأس اليتيم كناية عن الشفقة والتلطف إليه، ولما لم تكن الكناية منافية لإرادة الحقيقة لإمكان الجمع بينهما "Abu Thayyib berkata: "Mengusap kepala anak yatim adalah sebuah kinayah tentang kasih sayang, sikap lemah lembut, dan makna kinayah tidak bertentangan dengan hakiki karena dimungkinkan untuk dipadukankan keduanya". (Mirqatul Mafatih, 8/3115) Tradisi Para Ulama Ahli Hadits Mengusap kepala anak yatim juga termasuk diantara tradisi Asyuro yang sudah dilakukan oleh umat Islam sejak dahulu, termasuk oleh ulama Ahli Hadits. Imam al-Hafizh Ibnu al-Jauzi al-Hanbali, (508-597 H/1114-1201 M), seorang ulama ahli hadits terkemuka bermadzhab Hanbali, dalam kitabnya al-Majalis menjelaskan banyak kebiasaan-kebiasaan ulama yang dilakukan pada Asyuro sebagai berikut: فَوَائِدُ فِيْ يَوْمِ عَاشُوْرَاءَ اَلْفَائِدَةُ اْلأُوْلَى: يَنْبَغِيْ أَنْ تَغْسِلَ يَوْمَ عَاشُوْرَاءَ، وَقَدْ ذُكِرَ أَنَّ اللهَ تَعَالَى يَخْرِقُ فِيْ تِلْكَ اللَّيْلَةِ زَمْزَمَ إِلىَ سَائِرِ الْمِيَاهِ، فَمَنِ اغْتَسَلَ يَوْمَئِذٍ أَمِنَ مِنَ الْمَرَضِ فِيْ جَمِيْعِ السَّنَةِ، وَهَذَا لَيْسَ بِحَدِيْثٍ، بَلْ يُرْوَى عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِيْ طَالِبٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ. اْلفَائِدَةُ الثَّانِيَةُ: الصَّدَقَةُ عَلىَ الْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِيْنِ. اْلفَائِدَةُ الثَّالِثَةُ: أَنْ يَمْسَحَ رَأْسَ الْيَتِيْمِ. اَلْفَائِدَةُ الرَّابِعَةُ أَنْ يُفَطِّرَ صَائِمَا. اَلْفَائِدَةُ الْخَامِسَةُ أَنْ يُسْقِيَ الْمَاءَ. اَلْفَائِدَةُ السَّادِسَةُ أَنْ يَزُوْرَ اْلإِخْوَانَ. اَلْفَائِدَةُ السَّابِعَةُ: أَنْ يَعُوْدَ الْمَرِيْضَ. اَلْفَائِدَةُ الثَّامِنَةُ أَنْ يُكْرِمَ وَالِدَيْهِ وَيَبُرَّهُمَا. الْفَائِدَةُ التَّاسِعَةُ أَنْ يَكْظِمَ غَيْظَهُ. اَلْفَائِدَةُ الْعَاشِرَةُ أَنْ يَعْفُوَ عَمَّنْ ظَلَمَهُ. اَلْفَائِدَةُ الْحَادِيَةَ عَشَرَةَ: أَنْ يُكْثِرَ فِيْهِ مِنَ الصَّلاَةِ وَالدُّعَاءِ وَاْلاِسْتِغْفَارِ. اَلْفَائِدَةُ الثَّانِيَةَ عَشَرَةَ أَنْ يُكْثِرَ فِيْهِ مِنْ ذِكْرِ اللهِ. اَلْفَائِدَةُ الثَّالِثَةَ عَشَرَةَ أَنْ يُمِيْطَ اْلأَذَى عَنِ الطَّرِيْقِ. اَلْفَائِدَةُ الرَّابِعَةَ عَشَرَةَ أَنْ يُصَافِحَ إِخْوَانَهُ إِذَا لَقِيَهُمْ. اَلْفَائِدَةُ الْخَامِسَةَ عَشَرَةَ: أَنْ يُكْثِرَ فِيْهِ مِنْ قِرَاءَةِ قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ لِمَا رُوِيَ عَنْ عَلِيٍّ بْنِ أَبِيْ طَالِبٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ: مَنْ قَرَأَ فِيْ يَوْمِ عَاشُوْرَاءَ أَلْفَ مَرَّةٍ قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ نَظَرَ اللهُ إِلَيْهِ وَمَنْ نَظَرَ إِلَيْهِ لَمْ يُعَذِّبْهُ أَبَدًا "Beberapa faedah amalan shaleh pada hari Asyura : 1) Mandi pada hari Asyura. Telah disebutkan bahwa Allah SWT membedah komunikasi air Zamzam dengan seluruh air pada malam Asyura’. Karena itu, siapa yang mandi pada hari tersebut, maka akan aman dari penyakir selama setahun. Ini bukan hadits, akan tetapi diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu. 2) Bersedekah kepada fakir miskin. 3) Mengusap kepala anak yatim. 4) Memberi buka orang yang berpuasa.5) Memberi minuman kepada orang lain. 6) Mengunjungi saudara seagama. 7) Menjenguk orang sakit. 8) Memuliakan dan berbakti kepada kedua orang tua. 9) Menahan amarah dan emosi. 10) Memaafkan orang yang telah berbuat aniaya. 11) Memperbanyak ibadah shalat, doa dan istighfar. 12) Memperbanyak dzikir kepada Allah. 13) Menyingkirkan apa saja yang mengganggu orang di jalan. 14) Berjabatan tangan dengan orang yang dijumpainya. 15) Memperbanyak membaca surat al-Ikhlash sampai seribu kali. Karena atsar yang diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, barangsiapa yang membaca 1000 kali surah al-Ikhlash pada hada hari Asyura, maka Allah akan memandang-Nya. Siapa yang dipandang oleh Allah, maka Dia tidak akan mengazabnya selamanya. (Al-Hafizh Ibnu al-Jauzi al-Hanbali, kitab al-Majalis halaman 73-74, Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah). Penjelasan yang sama juga dikemukan oleh Syaikh Abdul Hamid bin Muhammad Ali Qudus al-Makki, ulama Syafi’iyah terkemuka dan pengajar di Masjid al-Haram, dalam kitabnya Kanz al-Najah wa al-Surur fi al-Ad’iyah al-Ma’tsurah allati Tasyrah al-Shudur, halaman 82, sebagai berikut: فِيْ يَوْمِ عَاشُوْرَاءَ عَشْرٌ تَتَّصِلْ # بِهَا اثْنَتَانِ وَلَهَا فَضْلُ نُقِلْ صُمْ صَلِّ صِلْ زُرْ عَالِمًا عُدْ وَاكْتَحِلْ # رَأْسَ الْيَتِيْمِ امْسَحْ تَصَدَّقْ وَاغْتَسِلْ وَسِّعْ عَلىَ الْعِيَالِ قَلِّمْ ظَفَرَا # وَسُوْرَةَ اْلإِخْلاَصِ قُلْ أَلْفًا تَصِلْ "Pada hari Asyura terdapat dua belas amalan yang memiliki keutamaan: 1) Puasa, 2) Memperbanyak ibadah shalat. 3) Shilaturrahmi dengan keluarga dan family. 4) Berziarah kepada ulama. 5) Menjenguk orang sakit. 6) Memakai celak mata. 7) Mengusap kepala anak yatim. 8) Bersedekat kepada fakir miskin. 9) Mandi. 10) Membuat menu makanan keluarga yang istimewa. 11) Memotong kuku. 12) Membaca surah al-Ikhlash 1000 kali" Dalam hal ini pula, kita bisa mengatakan bahwa tradisi-tradisi berupa mengusap kepala anak yatim (yang diambil istilah Idul Yatama), dan berbagai tradisi Asyuro lainnya bukanlah tradisi Syiah. Tetapi murni Islami, berasal Ahlussunnah Wal-Jama’ah dan ahli hadits. Wallahu A'lam. Oleh : Abdurrohim Diolah dari berbagai sumber, dan dibawah tinjauan aktifis LBM NU

Rabu, 02 Desember 2015

DOA ORANG TUA LEBIH MAQBUL DARIPADA DOA SEORANG WALI BESAR


Dalam kehidupan, orang banyak mencari para wali, baik mereka masih hidup maupun sudah meninggal dunia. Mereka memohon kepada ALLAH, melalui keberkahan para wali, agar kehidupan mereka menjadi lebih baik, lebih lancar, dan sukses. Bahkan mereka rela datang dari tempat yang jauh dengan perjalanan berhari-hari.
Tapi sayang, ada satu karamah yang banyak dilupakan orang, yakni karamah seorang Ibu. Dialah yang dimuliakan ALLAH tiga kali lipat dibanding kemuliaan Ayah. Dialah karamah di atas segala karamah yang ada di muka bumi. Dialah figur yang digambarkan oleh Rasulullah SAW sebagai sosok manusia yang memiliki doa yang sangat mustajab melebihi dari doa-doa makhluk lainya. Nabi SAW bersabda, "Doa orangtua kepada anaknya seperti doa nabi kepada umatnya."
Dikisahkan, ada seorang sahabat yang ingin ikut berperang dengan Rasulullah. Ia memiliki seorang ibu yang telah tua. Maka dikatakan Nabi SAW kepadanya, “Pulanglah, berbaktilah kepada Ibumu, sesungguhnya surga berada di bawah telapak kakinya.” Hadits ini membuktikan bahwa berbakti kepada orangtua sebanding dengan para pejuang yang berjihad di medan perang.


Dari kebesaran kewalian seorang Ibu, Rasulullah SAW telah berpesan kepada Umar dan Ali RA untuk meminta doa dari seorang wali yang shalih, taat, dan berbakti kepada Ibunya, yakni Uais Al-Qarni. Ia sangat cinta kepada ibunya yang lumpuh. Ia rela berkorban segala-galanya demi mendapatkan keridhaan Ibunya. . Rasulullah berpesan, “Nanti, pada zamanmu, akan lahir seorang manusia yang doanya sangat mustajab. Pergi dan carilah dia. Dia akan datang dari arah Yaman, dia dibesarkan di Yaman. Kalau kamu berdua berjumpa dengannya, mintalah doa darinya untuk kamu berdua.”
Umar dan Ali RA bertanya, “Apa yang patut kami minta dari Uais Al-Qarni, ya Rasulullah?” Beliau menjawab, “Mintalah kepadanya agar ALLAH menghapuskan dosa-dosa kalian.” . Itulah Uais Al-qarni, yang rela memangku ibunya yang lumpuh dengan kedua tangannya berjalan kaki dari Yaman ke Makkah di saat melakukan ibadah haji, memangkunya di saat mengerjakan thawaf, sai, dan wukuf di Padang Arafah. Dan juga ia rela memangku ibunya dengan kedua tangannya berjalan kaki di saat kembali dari Makkah ke Yaman.
Sayyidina Ali dan Umar RA termasuk sepuluh sahabat nabi yang dijamin masuk surga. Mereka diperintahkan untuk meminta doa kepada Uais Al-Qarni, yang taat dan patuh kepada Ibunya. Sahabat Nabi SAW adalah manusia-manusia mulia dan dimuliakan Allah. Sahabat Nabi SAW adalah mereka yang hidup di zaman Nabi SAW, mengenal dan melihat langsung beliau, membantu perjuangan beliau dan meninggal dalam keadaan beriman. Jumlah sahabat Nabi SAW sangat banyak dan tak terhitung.
Dalam kitab Rijal Haula Ar-Rasul, oleh Khalid Muhammad Khalid disebutkan bahwa para sahabat Nabi SAW yang paling utama jumlahnya lebih dari 60, yakni mereka yang sangat dekat dengan Nabi SAW. Mereka disebut pengikut atau murid yang dekat dengan Nabi SAW. Mereka mempunyai status atau kedudukan yang penting dalam dunia Islam, karena mereka adalah pengikut Nabi yang banyak memberi andil dalam dakwah Nabi SAW.
Derajat sahabat Nabi SAW menurut para ulama terbagi dalam beberapa tingkatan. Pertama, para sahabat yang masuk Islam di Makkah sebelum melakukan hijrah, seperti Khulafaur Rasyidin, yaitu empat khalifah: Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali RA. Kedua, sahabat yang dijamin masuk surga. Ketiga, para sahabat yang ikut serta pada Perang Badar. Keempat, para sahabat yang ikut serta pada Perang Uhud. Kelima, para sahabat yang ikut serta pada Bai’at Ridhwan. Dan keenam, sahabat-sahabat lainnya yang jumlah mereka tidak sedikit. . Kepastian sepuluh sahabat nabi SAW masuk surga banyak sekali disebut dalam hadits shahih. Semua hadits itu wajib diimani. Di antaranya hadits dari Abdurrahman bin ‘Auf RA, ia berkata bahwa Nabi SAW bersabda, “Abu Bakar di surga, Umar di surga, Utsman di surga, Ali di surga, Thalhah di surga, Az-Zubair di surga, Abdurrahman bin ‘Auf di surga, Sa’d bin Abi Waqqash di surga, Said bin Zaid bin ‘Amru bin Nufail di surga, dan Abu ‘Ubaidah ibnul Jarrah di surga.” (HR At-Tirmizy dan Al-Baghawi dalam Al-Mashabih fil Hisan). 
Sayyidil Habib Al Imam Salim Bin Abdullah Bin Umar Asy-Syatiri, Setiap orang yang datang menghadap Habib Salim atau Habaib habaib besar yang alim di tarim untuk minta di doakan, selalu mendapat pertanyaan yang sama: Apakah kamu masih memiliki permata di rumahmu?' (Ibu). Kalau dijawab ya, Maka mereka dengan halus akan mengatakan,Tahukah kamu, bahwa doa ibu untukmu, lebih mulia dan makbul daripada doa seorang Wali besar sekalipun!!


Ketika habib Umar Bin Hafidz dan abangnya Habib Ali Masyhur masih bayi dan sering menangis, ibunda mereka Hubabah Zahra, akan memeluk dan membelai anak anaknya sambil mengusap kepala mereka, kepada habib Ali masyhur beliau sering berbisik, mufti, mufti, dan sekarang Habib Ali masyhur telah menjadi mufti Tarim, Kepada habib umar, sang ibu selalu berdoa 'da'i, da'i, dan hari ini Habib Umar telah menjelma menjadi Da'i paling besar di dunia islam zaman ini..


SubhanAllah...DAHSYATNYA doa seorang ibu.
Buat calon ibu dan sudah menjadi ibu dari anak anaknya, berkatalah yang baik kepada anak anaknya karena perkataanmu kepada anak adalah doa, bagi yang punya Ibu, jangan dinomerduakan Ibu kita dari siapapun, sayangi mereka cintai mereka.

Senin, 30 November 2015

SUNNATULLAH (KEMATIAN SESEORANG SESUAI KEBIASAANNYA)

. بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ , الْحَمْدُ لِلَّهِ وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَن وَالَاهُ Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: يُبْعَثُ كُلُّ عَبْدٍ عَلَى مَا مَاتَ عَلَيْهِ "Setiap hamba akan dibangkitkan berdasarkan keadaan dia meninggal" (HR Muslim no 2878) Berkata Al-Munaawi, أَيْ يَمُوْتُ عَلَى مَا عَاشَ عَلَيْهِ وَيُبْعَثُ عَلَى ذَلِكَ "yaitu ia meninggal di atas kehidupan yang biasa dia jalani dan dia akan dibangkitkan di atas hal itu" (At-Taisiir bi Syarh Al-Jaami' As-Shogiir 2/859) Penjelasan : Wahai sahabat-sahabatku yang dikasihi sekalian!, semoga Allah merahmatiku dan juga kalian, semoga kita sentiasa dalam bimbingan taufik dan hidayah Allah, semoga kita semua beroleh kesudahan yang baik sebagaimana dalam kehidupan kita ini, kita sentiasa mengharapkan yang terbaik. . Imam al-Ghazali ada menyatakan : “ teman yang paling akrab dan tidak pernah meninggalkan kita ialah kematian” . Kematian datang secara tiba-tiba. Kita selalu melupainya, tetapi mati tidak pernah melupai kita. Ia tidak peduli dengan hal keadaan kita. Apakah kita dalam taat atau maksiat…, apakah dalam keadaan sakit atau sehat… apabila telah sampai ketentuan Allah kematian tidak akan ditangguh-tangguh lagi… semuanya berlaku secara tiba-tiba… Sudah pasti setiap orang dari kita berharap dianugrahkan husnul khotimah.. ajal menjemput tatkala sedang beribadah kepada Allah, ketika bertaubat kepada Allah.. sedang solat dan doa ..sedang ingat kepada Allah.. namun hakikatnya berapa ramai orang yang mengharapkan husnul khotimah beroleh kesudahan yang sebaliknya…. Suul khootimah… maut menjemputnya tatkala dia sedang bermaksiat kepada Allah … Su’ul Khatimah Secara bahasa, Su’ul Khatimah artinya adalah : “Akhir yang tidak baik”. . Faktor yang menyebabkan “ketidak-baikkan” pada saat kematian bisa beragam, yang paling buruk ialah kematian yang tidak disertai dengan membawa iman kepada Allah SWT, disebut juga mati Kufur (Na’udzu billah). . al-Imam Ghozali menjelaskan, ada dua model Su’ul Khatimah, sbb: 1. Pada saat Sakaratul Maut, hatinya dalam keadaan tak beriman, sehingga ruhnya dicabut dalam keadaan tak membawa iman, keadaan ini menyebabkan ia terhalang dari Allah SWT untuk selama-lamanya, dan menjadikannya kekal di Neraka (Na’udzu billah). 2. Pada saat ajal menjemput, hati dan perasaan terisi dengan urusan-urusan duniawi, yang terbayang hanya dunia dan urusan materi (tidak teringat Allah SWT), sehingga pada saat ruhnya dicabut, hatinya hanya tertuju kepada urusan duniawi. Dan selama hatinya berpaling dari Allah SWT berarti ada penghalang antaranya dgn Tuhannya, dan selama ada penghalang maka siksa Allah Azza wa Jalla akan diturunkan, karena siksa Allah SWT hanya diturunkan kepada mereka yang terhalang dari-Nya. . Selanjutnya al-Imam Ghozali berkata: “Jika demikian keadaannya, sungguh sangat mengkhawatirkan, karena seseorang akan mati sesuai dgn kebiasaannya sehari-hari, dan setelah mati sudah tidak ada lagi kesempatan untuk memperbaikinya.” . Dengan begitu nasibnya akan sangat rugi besar. Jika demikian, tergantung dari kadar imannya, apabila masih tersisa iman di hatinya, meskipun sedikit maka ia akan dikeluarkan dari Neraka. Semakin sedikit iman yang dibawa, semakin lama pula menjadi penghuni Neraka (Na’udzu billah). . Menurut penjelasan para Ulama’ pada saat-saat menjelang kematian adalah ujian yang terberat dalam memepertahankan keimanan, syetan-syetan pada saat itu dengan amat gigihnya berusaha dengan semua cara membujuk dan merayu agar mati dengan tanpa membawa iman, sehingga diharapkan akan menjadi penghuni Neraka bersamanya. . Oleh karenanya disunnahkan menuntun orang yang sedang Sakaratul Maut untuk membaca kalimat “LA ILAHA ILLALLAH”. Dalam Hadits dinyatakan, “Tuntunlah orang yang akan meninggal dengan kalimat LA ILAHA ILLALLAH”. (H.R. Muslim) Dalam Hadits lain, “Barang siapa yang akhir ucapannya kalimat LA ILAHA ILLALLAH maka akan masuk surga”. (H.R. Ahmad) . Kemudian para Ulama’ menjelaskan, “Ada beberapa perbuatan yang berpeluang menyebabkan Su’ul Khatimah, seperti membenci atau memusuhi para Wali Allah meskipun yang sudah wafat, riba, merampas hak anak yatim, meremehkan kewajiban Sholat, durhaka pada orang tua, minum khamr, menyakiti sesama Muslim, tidak menjawab seruan Adzan dan lain-lain. Lihat: Ihya’ Ulum al-Din juz IV hal. 126 – 127 Tuhfatu al-Habib juz II hal. 48 . Peringatan penting.. Mana mungkin seseorang itu beroleh husnul khotimah sedangkan hari-harinya dia penuhi dengan melakukan maksiat kepada Allah… hari-harinya dia penuhi tanpa menjaga pendengarannya… pandangannya.. hati yang hasad .. pemikiran yang lucah.. perilaku yang khianat… lisannya jauh dari berzikir dan mengingat Allah… Ingatlah wahai saudara-saudaraku sekalian , semoga Allah merahmatiku dan kalian semua… sesungguhnya seseorang akan dicabut nyawanya berdasarkan kehidupan yang biasa dia lalui setiap hari… Kita pernah dengar cerita penjinak ular meninggal akibat di patuk ular..bahkan suatu ketika dulu pernah seorang penyanyi meninggal ketika buat persembahan ... dan sebagai nya lagi. Telitilah kisah-kisah yang disebutkan oleh para ulama agar kita juga membiasakan diri kita beramal sholeh sehingga tatkala maut menjemput kita pun dalam keadaan beramal sholeh : Kisah Abu Bakr bin 'Ayyaasy (193 H) seorang ulama al-Qurrak : لما حضرت أبا بكر بن عَيَّاش الوفاةُ بَكَتْ أُخْتُهُ فقال : لاَ تَبْكِ اُنْظُرِي إِلىَ تِلْكَ الزَّاوِيَةِ الَّتِي فِي الْبَيْتِ قَدْ خَتَمَ أَخُوْكَ فِي هَذِهِ الزَّاوِيَةِ ثَمَانِيَةَ عَشَرَ أَلَف خَتْمَة Tatkala kematian mendatangi Abu Bakr bin 'Ayaasy maka saudara perempuannya pun menangis. Maka Abu Bakr pun berkata kepadanya, "Janganlah menangis, lihatlah di anjung rumah ini, sesungguhnya saudara lelakimu ini telah mengkhatamkan Al-Quran di situ sebanyak 18 ribu kali" (Lihat Hilyatul Auliyaa' karya Abu Nu'aim 8/304 dan Taariikh Baghdaad 14/383) Demikianlah sahabat-sahabat sekalian Abu Bakr bin 'Ayyaasy telah mengkhatamkan Al-Qur'an sebanyak 18 ribu kali…..semuanya demi menghadapi waktu yang sangat kritis ini… waktu untuk meninggalkan dunia ke alam akhirat yang abadi…. Kisah Khalifah Al-Ma'muun, Ketika sakaratul maut mendatanginya diapun memanggil para tabib di sekelilingnya berharap agar boleh menyembuhkan penyakitanya. Tatkala dia merasa berat sakitnya itu, maka dia berkata, "Keluarkanlah aku agar aku melihat angkatan perangku dan aku melihat anak buahku serta aku menyaksikan kekuasaanku", ketika itu hari malam . Maka Khalifah Al-Makmuun pun dibawa keluar melihat kemah-kemah serta angkatan perangnya yang sangat ramai bertebaran di hadapannya, dan dinyalakan api. (Tatkala melihat semua itu ) dia pun berkata, يَا مَنْ لاَ يَزُوْلُ مُلْكُهُ اِرْحَمْ مَنْ قَدْ زَالَ مُلْكُهُ “Wahai Dzat yang tidak akan pernah musnah kerajaannya… Sayangilah orang yang telah hilang kerajaannya…". Lalu diapun pengsan. Kemudian datanglah seseorang disampingnya hendak mentalqinkan kalimat syahadah, lalu Khalifah Al-Makmuun membuka kedua matanya tatkala itu dalam keadaan wajahnya yang merah dan berat, Dia berusaha untuk berbicara akan tetapi tidak mampu. Lalu dia pun memandang ke arah langit dan kedua matanya dipenuhi dengan tangisan maka lisannya pun mengungkapkan kata , يَا مَنْ لاَ يَمُوْتُ اِرْحَمْ مَنْ يَمُوْتُ "Wahai Dzat Yang tidak akan mati rahmatilah hambaMu yang mati", lalu diapun meninggal dunia. (Lihat Muruuj Adz-Dzahab wa Ma'aadin Al-Jauhar karya Al-Mas'uudi 2/56 dan Taariik Al-Islaam karya Adz-Dzahabi 15/239) . Begitu juga seorang qari yg terkenal di mesir fazilatus Syekh Mustofa Ismail meninggal dunia ketika sedang membaca al-Quran. Allah Yang Maha Mulia telah menentukan sunnatullah kepada kita, bahwasanya: “Orang yang hidup di atas sesuatu kebiasaan akan mati di atas kebiasaan tersebut, dan kelak dia akan dibangkitkan juga dengan cara hidupnya itu” Kesimpulan : Siapkanlah dirimu menyambut tetamu yang akan mendatangimu secara tiba-tiba…datangnya tidak diduga, tibanya sudah semestinya.. jangan sampai tetamu tersebut menemuimu dalam dalam keadaan engkau sedang melakukan maksiat kepada Allah. Ya Allah , hidupkanlah kami dengan iman dan matikanlah kami dengan iman, suburkanlah ruh ibadah kami sehingga kami kembali kepada-Mu dalam ketaatan dan ibadah… Aamiin وَصَلَّى اللَّهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ, والْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ

SESEORANG AKAN MENINGGAL MENURUT KEBIASAANNYA

Kisah Nyata: Akhir hayat penggemar musik dan pencinta Al-Qur'an....
>>> ......Dan aku… sungguh seakan-akan sedang menghadapi hari pertamaku di dunia. Aku benar-benar bertaubat dari kebiasaan burukku. Mudah-mudahan Allah mengampuni dosa-dosaku di masa lalu dan meneguhkanku untuk tetap mentaatinya, memberiku kesudahan hidup yang baik (khusnul khatimah) serta menjadikan kuburanku dan kuburan kaum muslimin sebagai taman-taman Surga. Amin…(Azzamul Qaadim, hal 36-42)....>>>


Kisah Nyata: Akhir hayat penggemar musik dan pencinta Al-Qur'an Saif Al Battar

Tatkala masih di bangku sekolah, aku hidup bersama kedua orangtuaku dalam lingkungan yang baik. Aku selalu mendengar do’a ibuku saat pulang dari keluyuran dan begadang malam. Demikian pula ayahku, ia selalu dalam shalatnya yang panjang. Aku heran, mengapa ayah shalat begitu lama, apalagi jika saat musim dingin yang menyengat tulang. Aku sungguh heran. Bahkan hingga aku berkata kepada diri sendiri: “Alangkah sabarnya mereka…setiap hari begitu…benar-benar mengherankan!” Aku belum tahu bahwa di situlah kebahagiaan orang mukmin, dan itulah shalat orang-orang pilihan…Mereka bangkit dari tempat tidumya untuk bermunajat kepada Allah.Setelah menjalani pendidikan militer, aku tumbuh sebagai pemuda yang matang. Tetapi diriku semakin jauh dari Allah. Padahal berbagai nasihat selalu kuterima dan kudengar dari waktu ke waktu.

Setelah tamat dari pendidikan, aku ditugaskan ke kota yang jauh dari kotaku. Perkenalanku dengan teman-teman sekerja membuatku agak ringan menanggung beban sebagai orang terasing. Di sana, aku tak mendengar lagi suara bacaan Al-Qur’an. Tak ada lagi suara ibu yang membangunkan dan menyuruhku shalat. Aku benar-benar hidup sendirian, jauh dari lingkungan keluarga yang dulu kami nikmati. Aku ditugaskan mengatur lalu lintas di sebuah jalan tol. Di samping menjaga keamanan jalan, tugasku membantu orang-orang yang membutuhkan bantuan. Pekejaan baruku sungguh menyenangkan. Aku lakukan tugas-tugasku dengan semangat dan dedikasi tinggi. Tetapi, hidupku bagai selalu diombang-ambingkan ombak. Aku bingung dan sering melamun sendirian…banyak waktu luang…pengetahuanku terbatas. Aku mulai jenuh…tak ada yang menuntunku di bidang agama. Aku sebatang kara. Hampir tiap hari yang kusaksikan hanya kecelakaan dan orang-orang yang mengadu kecopetan atau bentuk-bentult penganiayaan lain. Aku bosan dengan rutinitas. Sampai suatu hari terjadilah suatu peristiwa yang hingga kini tak pernah kulupakan.

Ketika itu, kami dengan seorang kawan sedang bertugas di sebuah pos jalan. Kami asyik ngobrol…tiba-tiba kami dikagetkan oleh suara benturan yang amat keras. Kami mengalihkan pandangan. Ternyata, sebuah mobil bertabrakan dengan mobil lain yang meluncur dari arah berlawanan. Kami segera berlari menuju tempat kejadian untuk menolong korban. Kejadian yang sungguh tragis. Kami lihat dua awak salah satu mobil daIam kondisi sangat kritis. Keduanya segera kami keluarkan dari mobil lalu kami bujurkan di tanah. Kami cepat-cepat menuju mobil satunya. Ternyata pengemudinya telah tewas dengan amat mengerikan. Kami kembali lagi kepada dua orang yang berada dalam kondisi koma. Temanku menuntun mereka mengucapkan kalimat syahadat. Ucapkanlah “Laailaaha Illallaah…Laailaaha Illallaah…” perintah temanku. Tetapi sungguh mengherankan, dari mulutnya malah meluncur lagu-lagu.

Keadaan itu membuatku merinding.Temanku tampaknya sudah biasa menghadapi orang-orang yang sekarat…Kembali ia menuntun korban itu membaca syahadat. Aku diam membisu. Aku tak berkutik dengan pandangan nanar. Seumur hidupku, aku belum pernah menyaksikan orang yang sedang sekarat, apalagi dengan kondisi seperti ini. Temanku terus menuntun keduanya mengulang-ulang bacaan syahadat. Tetapi… keduanya tetap terus saja melantunkan lagu. Tak ada gunanya… Suara lagunya semakin melemah…lemah dan lemah sekali. Orang pertama diam, tak bersuara lagi, disusul orang kedua. Tak ada gerak… keduanya telah meninggal dunia. Kami segera membawa mereka ke dalam mobil.

 Temanku menunduk, ia tak berbicara sepatah pun. Selama pejalanan hanya ada kebisuan, hening. Kesunyian pecah ketika temanku memulai bicara. Ia berbicara tentang hakikat kematian dan su’ul khatimah (kesudahan yang buruk). Ia berkata: “Manusia akan mengakhiri hidupnya dengan baik atau buruk. Kesudahan hidup itu biasanya pertanda dari apa yang dilakukan olehnya selama di dunia”. Ia bercerita panjang lebar padaku tentang berbagai kisah yang diriwayatkan dalam buku-buku Islam. Ia juga berbicara bagaimana seseorang akan mengakhiri hidupnya sesuai dengan masa lalunya secara lahir batin. Perjalanan ke rumah sakit terasa singkat oleh pembicaraan kami tentang kematian. Pembicaraan itu makin sempurna gambarannya tatkala ingat bahwa kami sedang membawa mayat. Tiba-tiba aku menjadi takut mati.

Peristiwa ini benar-benar memberi pelajaran berharga bagiku. Hari itu, aku shalat kusyu’ sekali. Tetapi perlahan-lahan aku mulai melupakan peristiwa itu. Aku kembali pada kebiasaanku semula…Aku seperti tak pemah menyaksikan apa yang menimpa dua orang yang tak kukenal beberapa waktu lalu. Tetapi sejak saat itu, aku memang benar-benar menjadi benci kepada yang namanya lagu-lagu. Aku tak mau tenggelam menikmatinya seperti sedia kala. Mungkin itu ada kaitannya dengan lagu yang pemah kudengar dari dua orang yang sedang sekarat dahulu. 


*Kejadian Yang Menakjubkan… Selang enam bulan dari peristiwa mengerikan itu…sebuah kejadian menakjubkan kembali terjadi di depan mataku. Seseorang mengendarai mobilnya dengan pelan, tetapi tiba-tiba mobilnya mogok di sebuah terowongan menuju kota. Ia turun dari mobilnya untuk mengganti ban yang kempes. Ketika ia berdiri di belakang mobil untuk menurunkan ban serep, tiba-tiba sebuah mobil dengan kecepatan tinggi menabraknya dari arah belakang. Lelaki itu pun langsung tersungkur seketika. Aku dengan seorang kawan, -bukan yang menemaniku pada peristiwa yang pertama- cepat-cepat menuju tempat kejadian.

Dia kami bawa dengan mobil dan segera pula kami menghubungi rumah sakit agar langsung mendapat penanganan. Dia masih muda, dari tampangnya, ia kelihatan seorang yang ta’at menjalankan perintah agama. Ketika mengangkatnya ke mobil, kami berdua cukup panik, sehingga tak sempat memperhatikan kalau ia menggumamkan sesuatu. Ketika kami membujurkannya di dalam mobil, kami baru bisa membedakan suara yang keluar dari mulutnya. Ia melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur’an…dengan suara amat lemah. “Subhanallah! ” dalam kondisi kritis seperti , ia masih sempat melantunkan ayat-ayat suci Al-Quran? Darah mengguyur seluruh pakaiannya; tulang-tulangnya patah, bahkan ia hampir mati. Dalam kondisi seperti itu, ia terus melantunkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan suaranya yang merdu. Selama hidup aku tak pernah mendengar suara bacaan Al Quran seindah itu.

Dalam batin aku bergumam sendirian:"Aku akan menuntun membaca syahadat sebagaimana yang dilakukan oleh temanku terdahulu… apalagi aku Sudah punya pengalaman,” aku meyakinkan diriku sendiri. Aku dan kawanku seperti kena hipnotis mendengarkan suara bacaan Al-Qur’an yang merdu itu. Sekonyong-konyong tubuhku merinding menjalar dan menyelusup ke setiap rongga. Tiba-tiba suara itu berhenti. Aku menoleh ke belakang. Kusaksikan dia mengacungkan jari telunjuknya lalu bersyahadat. Kepalanya terkulai, aku melompat ke belakang. Kupegang tangannya, detak jantungnya nafasnya, tidak ada yang terasa. Dia telah meninggal dunia. Aku lalu memandanginya lekat-lekat, air mataku menetes, kusembunyikan tangisku, takut diketahui kawanku. Kukabarkan kepada kawanku kalau pemuda itu telah wafat. Kawanku tak kuasa menahan tangisnya. Demikian pula halnya dengan diriku. Aku terus menangis, air mataku deras mengalir. Suasana dalam mobil betul-betul sangat mengharukan.

Sampai di rumah sakit… Kepada orang-orang di sanal kami mengabarkan perihal kematian pemuda itu dan peristiwa menjelang kematiannya yang menakjubkan. Banyak orang yang terpengaruh dengan kisah kami, sehingga tak sedikit yang meneteskan air mata. Salah seorang dari mereka, demi mendengar kisahnya, segera menghampiri jenazah dan mencium keningnya. Semua orang yang hadir memutuskan untuk tidak beranjak sebelum mengetahui secara pasti kapan jenazah akan dishalatkan. Mereka ingin memberi penghormatan terakhir kepada jenazah, semua ingin ikut menyalatinya. Salah seorang petugas tumah sakit menghubungi rumah almarhum. Kami ikut mengantarkan jenazah hingga ke rumah keluarganya.

Salah seorang saudaranya mengisahkan ketika kecelakaan, sebetulnya almarhum hendak menjenguk neneknya di desa. Pekerjaan itu rutin ia lakukan setiap hari Senin. Di sana, almarhum juga menyantuni para janda, anak yatim dan orang-orang miskin. Ketika tejadi kecelakaan, mobilnya penuh dengan beras, gula, buah-buahan dan barang-barang kebutuhan pokok lainnya. Ia juga tak lupa membawa buku-buku agama dan kaset-kaset pengajian. Semua itu untuk dibagi-bagikan kepada orang-orang yang ia santuni. Bahkan ia juga membawa permen untuk dibagi-bagikan kepada anak-anak kecil. Bila ada yang mengeluhkan-padanya tentang kejenuhan dalam pejalanan, ia menjawab dengan halus. “Justru saya memanfaatkan waktu perjalananku dengan menghafal dan mengulang-ulang bacaan Al-Qur’an, juga dengan mendengarkan kaset-kaset pengajian, aku mengharap ridha Allah pada setiap langkah kaki yang aku ayunkan,” kata almarhum. Aku ikut menyalati jenazah dan mengantarnya sampai ke kuburan.

Dalam liang lahat yang sempit, almarhum dikebumikan. Wajahnya dihadapkan ke kiblat. “Dengan nama Allah dan atas ngama Rasulullah”. Pelan-pelan, kami menimbuninya dengan tanah…Mintalah kepada Allah keteguhan hati saudaramu, sesungguhnya dia akan ditanya… Almarhum menghadapi hari pertamanya dari hari-hari akhirat… Dan aku… sungguh seakan-akan sedang menghadapi hari pertamaku di dunia. Aku benar-benar bertaubat dari kebiasaan burukku. Mudah-mudahan Allah mengampuni dosa-dosaku di masa lalu dan meneguhkanku untuk tetap mentaatinya, memberiku kesudahan hidup yang baik (khusnul khatimah) serta menjadikan kuburanku dan kuburan kaum muslimin sebagai taman-taman Surga. Amin…(Azzamul Qaadim, hal 36-42) Seorang akan mati di atas kebiasaannya…


Sumber :
[“Saudariku Apa yang Menghalangimu Untuk Berhijab”; judul asli Kesudahan yang Berlawanan; Asy Syaikh Abdul Hamid Al-Bilaly; Penerbit : Akafa Press Hal. 48]

Referensi : http://zadandunia.blogspot.com/2011/11/kisah-nyata-akhir-hayat-penggemar-musik.html

Jumat, 20 November 2015

TAREKAT PETANI

Judul Buku : Tarekat Petani ( Fenomena Tarekat Syattariyah Lokal ) Pengarang : Prof. Dr. H. Nur Syam, M.Si Penerbit : LKIS Tahun Terbit : 2013 Tempat Terbit : Yogyakarta Tebal : 235 Halaman

POKOK-POKOK ISI BUKU : Apakah tindakan religiutas di dalam kehidupan penganut tarekat Syattariyah dalam penggolongan sosial petani ditentukan oleh ajaran tarekat, kebudayaan jawa, dan ligkungan sosial dimana mereka hidup? Maka dalam buku ini, akan digambarkan fenomena religiutas petani tarekat dalam kehidupan mereka sehari-hari, di samping untuk memahami makna religiutas petani tarekat dalam bingkai ajaran tarekat, kehidupan jawa, dan lingkunga sosialnya dengan memfokuskan pada tindakan-tindakan bermakna dari penganut tarekat Syattariyah yang ada di desa Kuanyar, kecamatan mayong, Kabupaten Jepara, Jawa tengah, dalam berhubungan dengan masyarakat di sekitarnya. Daerah ini merupakan daerah pesisir utara jawa tengah yang sejak awal telah menjadi pusat keagamaan, yaitu Isla pusat kerajaan Islam pertama Demak yang dikenal dengan Bintara pada akhir abad ke 15 sampai dengan pertengahan abd ke 16, antara Demak dan Jepara terdapat hubugan erat dimana pada kejayaan Demak, daerah Jepara merupakan tempat tinggal para pedagang dan pelaut. Konon menurut perkiraan bahwa Jepara lebih tua dari Demak. Di kecamatan Mayong ini pula tempat kelahiran pahlwan nasional Raden Ajeng Kartini. Desa Kuanyar, sebagai desa yang mempunyai tradisi keagamaan cukup kuat, dengan variasi kegiatan keagamaan yang dilakukan oleh masyarakat. Kegiatan keagamaan yang paling tua di desa Kuanyar ini adalah kegiatan tarekat Syattariyah yang didirikan sekitar tahun 1880-an dan organisasi NU secara resmi sekitar tahun 1950-an. Hal ini bukan berarti masyarakat desa ini tidak mengenal Islam atau tidak mengamalkan ajaran Islam, sebab berbagai peninggalan berupa makam misalnya, makam Bu nyai Emban dan suaminya, Mbah Suradi yang sudah dimusnahkan oleh tokoh Muhammadiyah memberikan indikasi makam Islam. Dalam hal ini pula, penulis tertarik perhatiannya pada konflik antargolongan di desa Kuanyar ini, antara golongan Ahlus Sunnah Wal Jamah (NU) dan Muhammadiyah. Mereka saling membenarkan terhadap pemahaman ajarannya, atau mengenai gerakan-gerakan sholat yang cendrung berbeda dari kedua golongan tersebut. Sejarah Mayong menurut mitologi mulai dari ketika pangeran Hadirin dibunuh oleh Aria penangsang, seorang adipati dari Jipang Panolang. Konon darahnya pangeran Hadirin ini berceceran sehingga mejadi Jember ( tidak disukai ). Kemudian dalam keadaan terluka pangeran Hadirin berjalan di sungai ( kali ) sehingga daerah tersebut disebut sebagai kaliwungu. Beliau harus berjalan dan ketika sampai di suatu lokasi dia menulis di atas pohon bambu (pring) untuk memberi tahu kepada istrinya Kanjeng Ratu Kalinyamat, bahwa dia dalam keadaan terluka maka lokasi tersebut dinamai Pringtulis. Sesampainya di satu tempat pangeran Hadirin berdiri sempoyogngan sehingga lokasi itu dinamai dengan Mayong. Bu Nyai Emban, merupakan cikal bakal Desa Kunyar. Konon Dia adalah salah satu abdi dalem Kanjeng Ratu Kalinyamat yang setia. Setelah suaminya terbunuh, Kanjeng Ratu bertapa sambil telajang di bukit Danaraja. Bu nyai Emban diberi sebidang tanah oleh kanjeng ratu Kalinyamat yang dijadikan sebagai tempat pedepokan. Tanah itu dinamai sebagai Astana Raja, yang ketika bu Nyai Emban meninggal dikuburkan di daerah tersebut. Sampai sekarang makam itu dikenal masyarakat sebagai Sentono. Sampai dewasa ini makam ini dilestarikan dan sekaligus dikramatkan. Karena konon tokoh permpuan ini muridnya Sunan Kudus dan dan seorang ulama dari Cirebon. Desa Kuanyar merupakan desa pertanian. Pada tahun 1960-an desa ini masih terisolir dari interaksi desa-kota. Sampai tahun 1980-an, dokar sebagai kendaraan umum masyarakat ini, dan cikar sebagai angkutan barang. Sehingga pada tahun 1990-an baru desa ini bergerak ke arah moderisasi. Sebagai daerah pedesaan, lingkungan fisik desa diigunakan untuk pertanian, perladangan, dan perumahan penduduk. Dari tanah seluas 188 ha, maka sebanyak kira-kira 50 ha digunakan untuk persawahan irigasi teknis 58 ha untuk lahan pertanian hujan, kira-kira 75 ha untuk pekarangan dan 5 ha untuk perumahan. Hingga tahu 1990-an peumahan penduduk masih jarang-jarang. Rumah-rumah pingggir jalan merupakan rumah permanen berlantai plester, beratap genting, dan berdinding tembok. Seirama dengan perubahan zaman maka sekarang rumah-rumah penduduk telah berlantai marmer atau keramik dengan berbagai variasi. Ditinjau dari afiliasi keagamaan, maka mereka adalah kaum santri yang terpilih sebagai penganut Muhammadiyah da Nahdlatul Ulama ( NU ). Dari yang NU, mereka terdiri dari anggota tarekat, anggota NU, dan mereka yang dikatagorikan sebagai abangan. Mereka hampir tidak pernah konfik idiologis. Rivalitas NU dan Muhammadiyah memang pernah terjadi di awal masuknya gerakan Muhammadiyah di desa ini. NU sebagai organisasi yang telah ada sejak tahun 1950-an, dan Muhammadiyah tahun 1960-an, sebelumnya merasa terancam dengan kehadiran Muhammadiyah sehingga di sana-sini menimbulkan revitalitas dalam perebutan sumber daya pengikut. Pertentangan diantara mereka (NU-Muhammadiyah), bersumber dari perbedaan faham agama. Pertentangan yang paling keras terjadi pada tahun 1964 tentang najisnya anjing. Muhammadiyah menganggapnya tidak mengandung najis mughalladzah sedangkan NU menganggapnya demikian. Revalitas atau apapun namanya, hakikatnya hanya menyentuh dimensi kaumnya elitnya saja karena ternyata dikalangan penganut awam, revalitas tersebut hampir-hampir tidak dijumpai. Terbukti mereka tidak mempermasalahkan apa dan bagaimana tindakan keagamaan masing-masing kelompok. Bahkan nuansa integrasi pun masih terdapat dengan jelas. Jika ada kematian merka saling mengunjungi. Ketika hari raya mereka saling berkunjung. Yang jelas dari afiliasi keagamaan ini, bagi golongan Muhammadiyah aktivitasnya berpusat di masjid at-Taqwa dan kaum NU berada di Masjid Baitul Mujtahidi Kauman dan langgar-langgar. Golongan tarekat Syattariyah di Mushalla Raudlatul Thalibin, tarekat Syadziliyah berpusat di Habib Luthfi Pekalongan, tarekat Naqsyabandiyah Kholidiyah di pondok Kudus Kiai Arwani, tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah di Mayong Kiai Ridlwan dan Margoyoso, dan tarekat Syahadatain di Habib Umar Penguragan Cirebon. Semua tarekat ini berada di bawah satu payung organisasi NU. Dan mereka para tokoh masing-masing tarekat ini sering berada di satu majlis untuk kepentigan dan kemajuan Islam dan oragnisasi NU secara umum. Mengenai sistem dan tata cara perkawinan Jawa, yaitu memilih jodoh, meminang, pesta perkawinan bahkan sampai perceraian dan perkawinan kembali. Dalam tata cara perkawinan di desa Kuanyar ini sangat variatif. Upacara-upacara sekitar perkawinan hingga hari ini masih dilestarikan meskipun ada yang sudah megalami perubahan. Yang sudah berubah biasanya yang bersifat asesoris, seperti tata cara berpakaian pengantin, makanan yang dibawa pengatin dan sebagainya. Yang tidak berubah seperti doa, prosesi penting upacara, dan sebagainya. Pada tahun 1990-an masih terdapat kecendrungan utuk megawinkan abak perempuan Desa Kuanyar dengan laki-laki dari luar desa. Perkawinan dengan pola ini diakibatkan oleh banyaknya kerabat jauh sebagai kosekwesi perkawinan denga orang luar desa. Tapi keadaan ini sudah mulai berubah. Sehingga bayak juga perkawinan dengan pemuda atau pemudi dari satu desa. Pada masyarakat Jawa, perkawinan didasarkan atas bobot, bibit, dan bebet. Jika kesesuaian telah didapatkan maka tibalah giliran untuk ngasok tukon (ngalamar), yag terdiri dari rengginang, wajik atau nasi, pakaian sepangadek (pakaian lengkap) dan cincin (bagi yang punya). Kemudian dalam jangka waktu tertetu, oragtua calon pengantin perempuan datang ke orangtua calon laki-laki yang disebut tonjokan teridir dari nasi dan ingkung (ayam dimasak bumbu satan tanpa dibelah atau dipotong-potong). Nasinya melambangkan agar pengantin hidup rukun jadi satu da bertujuan sama. Sedangka ingkung melambangkan agar pengantin menjadi satu dan tidak terpisahkan. Selain persyaratan bobot, bibit, dan bebet, pada waktu nakoake juga dibicarakan tentang hari kelahiran calom pengantin. Kesatuan hari kelahiran menjadi sangat penting. Jika persyaratan telah dipenuhi, lamaran telah dilaksanakan, maka giliran mentukan hari perkawinan atau ijab qabul. Untuk menentukan hari perkawinan, biasanya diaksaakan musyawarah di tempat calon pengatin laki-laki pada waktu tonjokan. Tapi dengan perhitungan hari saja tidak cukup, masih harus dipertimbangkan nogo dino, nogo sasi, nogo tahun, tali wangke, geblake, wong tuwo dan sebagainya. Yaitu hari-hari yang baik untuk dapat dipakai hajatan. Perhitungan jawa seperti ini semua, mereka yakini betul-betul tidak dibuat main-main. Mereka lakukkan dengan cara riyadhoh atau dengan lelaku da istikharah. Dalam gambarannya bahwa untuk menentukan hari selasa mengapa neptune 3, karena ketika diistikhari ternyata ada tiga cahaya. Hari jumat neptune 6, berarti ketika diisitikharahi ada enam cahaya. Demikian seterusnya. Setelah hari pernikahan disepakati, maka dilakukan upacara selapanan (36 hari mejelang perkawinan). Menjelang perkawinan juga dikenal dengan upacara buka pager, yaitu upacara pada malam menjelang hajatan mengawinkan anak. Upacara ini dihadiri oleh pamong desa dan tetangga terdekat. Acara ini diisi denga tahlilan. Upacara ini dimaksud untuk menunjukan bahwa seseorang akan mempunyai hajat, untuk membuka pagar rumah agar tamu banyak datang dan tidak malu-malu. Dan dipersembhkan juga kepada arwah para leluhur terutama kerabat degan menyajikan kembang telon. Jika dalam hajatan menyembelih kerbau atau sapi, maka dikalungkan tolotawaon (rumah tawon) dengan maksud agar tamu banyak seperti tawon yang mencari kawan. Pada masyarakat pedesaan, hajatan merupakan ajang saling memberi dan menerima namun tidak gratis. Bahkan di desa Kuanyar, undangan hajatan tidak hanya kepada kepala keluarga atau ibu rumah tangga, tapi hampir seluruh anggota keluarga. Anak mengundang anak, orangtua megundang orangtua. Ketika orang pernah mendapat bantuan dan suatu ketika ternyata tidak berhalangan untuk mengembalikan maka juga didapati sangsi moral dalam bentuk tidak disapa. Pada malam mejelang akad nikah, tamu-tamu sudah mulai berkurang hanya keluarga dekat dan anak-anak muda pengiring pengatin. Penganti laki-laki menggunakan jas dan berpeci. Pada tahun tahun 1990-an pengatin diarak dengan menggunakan lampu petromaks. Prosesi perkawinan dengan menggunakan bahasa arab dan bahasa Indonesia. Mula-mula wali (orangtua) pihak pengati perempuan ditanya apakah akan dinikahkan sendiri atau diwakilkan kepada Pak Naib. Setelah itu penganti ditanya apakah sudah senang dan siap bersedia menjadi suami si perempuan. Entah terpaksa atau tidak, pasti pengantin laki-laki menyatakan bersedia. Lalu disuruh membaca syahadat beserta artinya dalam bahasa Idonesia. Mulailah prosesi perikahan. Pak Naib membaca salah satu ayat Al-Qur’an yang terkait denga pernikahan dan dilanjutkan dengan ikrar (ijab kabul) penerimaan nikahnya si perempuan dari pihak laki-laki. Setelah dianggap sah maka dilanjutkan dengan doa dan diakhiri denga membaca ta’liq talaq (janji pihak laki-laki kepada pihak perempuan). Acara temon hanya dilangsugkan sebentar, sekedar bersalaman. Jika orang berkecukupan maka kedua mempelai ditempatkan di pade-pade, untuk pemotretan, prosesi walimatul urusy dan acara mauidzah hasanah (nasihat perkawianan). Acara berikutnya adalah meminjam pengantin berdua dari orangtua pengatin perempuan. Pada masa dahulu, pengantin perempuan ditandu oleh kerabat dekat engantin laki-laki. Sementara itu, pengatin laki-laki berjalan bersama kawan-kawannya. Namun sekarag sudah diganti dengan naik becak, dokar atau kendaraan bermotor. Apabila yang dikawainkan anak terakhir, maka dilagsugkan acara pak ponjen atau punjung tumplek. Dalam satu tahun dua tahun mereka masih berkumpul di rumah keluarga perempuan, namun ada juga perempuan yang mengikuti laki-laki sampai bersangkutan mampu mandiri. Upacara paling menonjol dalam masa kehamilan adalah upacara tingkepan.upacara dapat dilakukan dengan berbagai variasi. Ada yang disertai dengan makan rujak degan, keta kuir, lupat lepet, takir sekul, bubur boro-boro. Semuanya mengandug arti dan lambang tersndiri. Jika bayi sudah lahir, dilangsungkan upacara krayanan yang terdiri dari asi ditaruh di takir dengan lauk pauk tahu tempe tanpa digarami. Menginjak usia lima hari dilakukan sepasar sekaligus pemberian nama dengan bahan makanan tersendiri. Uapacara berikutnya, mudun lemah yang dilakukan ketika bayi berumur tujuh bulan denga makanan gemblong atau jenang yang ditempatkan di nampan. Upacara kematian juga variasi. Yang paling menonjol adalah upacara tiga hari, tujuh hari, empat puluh hari, setahun dan serib hari yang disertai dengan pembacaan tahlil. Selain upacara ritus peralihan, di desa ini juag dikenal dengan berbagai upcara di luar rumah, misalnya upacara di makam Bu Nyai Emban yag dilakukan pada malam Jum’at Wage terakhir menjelang tahun baru Hijriyah. Tujuannya adalah agar masyarakat memperoleh kesalamatan, baik fisik, harta, maupun rohani. Upacara ini dipimpin oleh juru kuci makam dan disertai dengan ijab kabul, bacaa surat al-fatihah untuk Bu Nyai Emban, rakyat Kuanyar, har tujuh, dan pasaran lima dan doa. Upacara tahun baru Hijriyah juga dilaksanakan dengan cara sederhana. Kebanyakan membaca Al-Qur’an dan shalat tobat. Pada malam hari tanggal 1 syura dilakasanakan upacara barikan (sedekah bumi) di makam Bu Nyai Emban, yag terdiri dari membaca tahlilan tanpa sasajen apapun. Kalaupu ada, hanya sekadar sajian teh dan lima ekor ayam panggang untuk makan bersama. Pada bulan besar mereka juga menyelenggarakan upacara yang disebut upacara bodo (bakda) yaitu selamat hari 10 Dzulhijjah atau hari raya idul adha. Upacara ini dilakukan di langgar-langgar milik orang NU. Ada juga upacara kupat tanggal 7 syawal yang dilaksanakan di langgar-langgar, maulid Nabi Saw, Nuzulul Qur’an dan ruwahan yang dilakukan sebulan penuh. Ada pula upacara magenan yang dilakukan menjelang Ramadan dan upacara maleman yang dilaksanakan pada malam-malam ganjil pada bulan puasa, yaitu tgl 21, 23, 25, 27, dan 29. Ketika medirikan rumah, mereka megadakan upacara ritual yaitu selamatan duduk pandemi. Tarekat syattariyah yang mula pertama berkembang di Baghdad lewat Ahmad Syatori, ternyata di Kuanyar tidak punya silsilah genealogis secara jelas. Pengabsahannya hanya sampai pada Kiai Murtadlo yang dinisbahkan sebagai cicit Syaikh Mutamakkin, kemudian Kiai Abdurahman, bangle, Kiai janamin (w.1918), kiai Abdul Hadi (w.1956) kiai Syihabudin, Kuanyar. Tarekat ini mulai berkembang di desa Kunayar sekitar tahu 1880-an ketika beberapa orang dari Kuanyar megaji ke Kiai Badurahman Bangle. Kemudian diutus jananim untuk menjadi kahlifah di Kuanyar. Jananim kemudian diambil menantu oleh seorang janda yang mengiginkan anaknya dinikahi oleh seorang santri yang dapat megajar agama. Karena janda tersebut tergolong orang kaya, maka jananim dapat berkonsentrasi untuk mengajar agama. Kiai Jananim mengajarkan ilmu kasepuhan (tarekat) yang pada waktu itu banyak menarik minat masyarakat sekelilingnya. Murid-muridnya tersebar di desa tiga juru, sengon, Bugel, jebol, dan bahkan ada yang dari Demak. Kegiatannya berpusat di Mesjid Kauman, yaitu Mesjid Baitul Mujathidin. Setelah Kiai Jananim meninggal, pengajian khususnya tarekat digantikan oleh Kiai Abdul Hadi. Disamping memberika pengajian tarekat, Kiai Abdul Hadi ini memberikan pengajian agama Islam kepada masyarakat umum. Beliau selalu menggunakan acara ritual (slametan) sebagai medium untuk memberikan pemahaman agama kepada masyarakat. Setelah Kiai Abdul Hadi meniggal, digantikan oleh anaknya Kiai Syihabudin. Selain mengajar tarekat dan megaji ilmu-ilmu keislaman, kiai juga terlibat dalam kegiatan tahlilan Kelompok Anak Ranting ( KAR ). Kiai Juga suka memberikan pertolongan kepada masyarakat yang sedang bermasalah. Mulai dari orang yang punya hajat sampai utang piutang. Sebagai proses peyucian batin, meamasuki dunia tarekat merupakan suatu yang sangat penting. Makanya tidak salah kalau orang memasuki ajaran tarekat sejak dini. Ajaran tarekat bukan monopoli orangtua. Bahkan anak muda yang bisa memasuki tarekat justru suatu kebaikan. Untuk memasuki dunia tarekat, tetunya ada beberapa persyaratan yag harus dipenuhi, pertama harus mandi taubat, kemudain dilanjutkan dengan sholat taubat sebanyak dua rokaat. Kemudian pembaiatan yang dilakukan oleh mursyid dan murid dengan diberikan pakaian serba putih dan sorban putih sebagai lambang kesucian. Setelah proses pembaiatan diharuskan membaca wirid la ilaha illa llah sebayak 400 kali setiap selesai sholat rawatib. Pada pagi harinya harus menjalankan puasa putih minmal 3 hari dan maksimal sebanyak 21 hari. Dzikir dalam tarekat bermacam-macam sesuia dengan tingkatan penganut taekat. Tarekat syattariyah mengenal dzikir tahlil dan dzikir isbat nabi, masing-masing ada caranya. Yang jelas semua dzikir dan wirid harus melalui bimbingan mursyid (guru) dan dapat dilakukan jika sudah ada perkenan darinya. Pada hakikatnya, manusia mempunyai dua sikap dan tindakan yag berlawanan, kutub kebaikan dan kejelekan. Tarekat sebagai jalan untuk memperoleh keridloan Allah, pada dasarnya mengenal tiga hal penting, yaitu takholli, menjauhkan diri dari segala tindakan kejelekan. Tahalli, berhias diri dengan tidakan yang baik. Dan tajalli, berhias diri dengan cahaya Tuhan. Ketiga hal ini dapat diperoleh jika seorang sudah memasuki dunia tarekat dengan berbagai ritualnya. Takholli berhubungan dengan pengarahan nafsu amarah dan lawwamah untuk dapat diarahkan menjadi nafsu muthmainnah dan radhiyyah. Perwujudan dari nafsu muthmainnah dan radhiyyah adalah adanya berbagai tindakan, seperti ikhlas, jujur, adil, khauf, shabar, tawakkal, qana’an, ikhtiar, dan mahabbah serta taqwa. Kiai Syihabudin sebagai mursyid tarekat syattariyah di desa Kuanyar, pada suatu ketika mejelaskan, bahwa ikhlas adalah suatu hal yag sangat sulit sebab menyangkut perasaan manusia. Orang ikhlas diibaratkan memberi suatu melalui tangan kanan tetapi tangan kirinya tidak mengetahui. Orang yag belum rela memberikan suatu kepada orang lain disebabkan karena belum tertanamnya perasaan ikhlas di dalam hati. Jujur adalah berkata apa adanya, tanpa menambah atau mengurangi sedikitpun. Adil yaitu memberikan sesuatu dengan kadar atau usaha yang dilakukan. Sabar adalah orang yang mengalah karena mengetahui ada kebaikan dengan perbuatan mengalah tersebut. Kahuf adalah selalu merasa takut untuk berbuat jelek karena tindakan itu selalu diawasi oleh Allah. Ikhtiar dan tawakkal yaitu manusia harus berusaha tidak boleh berpangku tangan. Allah akan memberi sesuatu dengan perantara. Syukur yaitu kalau usaha yang kita lakukan berhasil maka kita harus mengingat bahwa Allah-lah yang menentukan. Keberhasilan bukan semata-mata datag dari kita tetapi atas intervensi atau campur tangan Allah. Qana’ah yaitu sederhana dan tidak berlebihan dalam melakukan segala sesuatu. Mahabbah yaitu mencintai Allah melebihi cintanya terhadap yang lain. Menurut orang tarekat bahwa Allah mempunyai sifat, af’al, dan dzat yang berbeda dengan makhluknya. Ketiga hal itu tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Ketidak terpisahan sifat, af’al, dan dzat Allah itulah yang disebut dengan tauhid. Bagi penganut tarekat yang sudah melakukan dzikir secara terstruktur maka akan merasakan kehadiran sifat dan af’al Allah meskipun tidak merasakan kehadiran dzat Allah. Penganut tarekat meyakini terhadap adanya makhluk halus. Salah satunya adalah malaikat. Malaikat adalah hamba Allah yang memiliki ketaatan paling tinggi dan tidak pernah membatahnya. Jin dan setan juga makhluk yang diciptakan dari api murni, akan tetapi memiliki tabiat yang berbeda degan malaikat. Makhluk halus lain yang didipercayai oleh pengaut tarekat adalah setan gundul yitu makhluk yang dapat membatu manusia untuk mencuri harta kekayaan orang lain. Gendruwo yaitu makhluk ghaib yang tercipta dari pecahan setan yang dilempar oleh para malaikat ketika mau megintip lauh al mahfuudz. Cenunuk ialah sebangsa memedi yang menakut-nakuti manusia, biasanya ada sesudah ada orang yang meninggal. Dimensi waktu, ada alam arwah,yaitu alam janji dimana manusia secara azali akan melaksanakan segala perintah Allah. Alam dunya,. Alam kubur, dan alam akhirat. Penganut tarekat adalah kaum santri sehingga amalan sebagai wong santri juga dapat dilihat di dalam praktik kehidupannya. Sesungguhnya, amalan keagamaan kaum tarekat tidaklah jauh berbeda dengan amalan keagamaan kaum santri lainnya, terutama yag tergolong sebagai waong NU. Kesamaan tersebut misalnya dapat dilihat dari amalan shalat, zakat, puasa, dan haji. Yang membedakan adalah intensitas dalam pengamalan keagamaannya. Wong NU juga membaca dzikir dalam jumlah yang relatif banyak, akan tetapi dzikir yang terstruktur dan sistematis hanya dilakukan oleh kalangan penganut tarekat. Dzikir dikalangan santri NU bukanlah kewajiban, maka dikalangan penganut tarekat membaca dzikir adalah kewajiban. Membaca dzikir,dalam jumlah yang banyak tergantung maqamnya. Ada yang baru 400 kali, ada yang sampai 10.000 kali. Banyak sedikitnya tergantung lamanya menjadi peganut tarekat. Bacaan dzikir biasanya dilakukan setelah sholat rawatib. Jika udzur membaca dzikir maka bisa digantikan pada waktu lain. Untuk meghitung jumlah wirid yang dibaca, biasanya digunakan tasbih untuk meberikan kemudahan. Kegiatan yang paling penting dalam tarekat adalah baiat, sebagai pintu masuk tarekat. Sebelum baiat maka diwajibkan puasa mutih selama 3 hari atau 21 hari. Tidak ada bedanya dengan puasa wajib dan sunnah lainya, hanya jenis makanan yang cukup dengan nasi dan air putih saja, tidak ikan atau jenis makanan lainnya. Selama berpuasa dianjurkan membaca wirid sebanyak-banyaknya. Sebagai proses latihan masuk dunia tarekat, puasa merupakan proses pendadaran awal aga seseorang dapat mencegah hawa nafsunya, dan yang pertama adalah mencegah nafsu makan dan dimaksudkan untuk membersihkan diri dari nafsu sehingga ketika sudah dibaiat akan dapat mencegah hawa nafsuya sendiri untuk masuk dunia putihan dunia kaum tarekat. Puasa mutih juga dilakukan setelah baiat selama 40 hari. Puasa setelah baiat hanya anjuran saja. Tetapi kebanyaka penganut tarekat akan melakukannya. Seperti yang dituturkan oleh Pak Surahman; “Pak Surahman makan bersama saya di rumahnya pada suatu siang sambil dia berserita bahwa semenjak puasa mutih 40 hari setelah baiat, dia tidak lagi menyukai makan ikan. Semua ikan, baik ikan laut atau ikan sembelihan (kambing, ayam, da sapi) sebab baunya terasa amis dan membuatnya mau muntah, ia hanya makan tahu dan tempe saja semenjak itu” Tentunya tidak semuanya seperti Pak Surhman, kiai Syihabudin misalnya, tetap makan ikan seperti biasa. Dalam satu kesempatan beliau bercerita ; “sehabis tawajuhan, oleh pa kiai saya tidak dierbolehkan lagsug pulag. Ternyata oleh Bu Nyai sudah disiapkan makanan untuk dimakan bersama Pak Kiai. Ada nasi yang ditempatkan di bakul, ada sayur lodeh nangka, ada ika laut, dan juga ada dadar telur. Oleh Pak Kiai, saya diambilkan nasi banyak sekali satu piring penuh. Demikian beliau juga mengammbil nasi lau dituangi dengan sayur tersebut. Saya mengambil ikan dan dadar telur dan belai pun megambil lauk pauk yang sama dengan saya” Bagi yang puasa mutih 40 hari tidak dipersyaratkan memakai telasan (terjaga dari tidur semalam suntuk) akan tetapi dianjurkan untuk membaca dzikir tahlil sebanyak-banyaknya dengan harapa agar terbakar segala nafsu jelek yang bersemayam di dalam diri. Juga memperbanyak sholat tahajud dari 2 rokaat sampai 8 rokaat, setiap dua rokaat salam dan sholat witir dengan bilangan ganjil. Upacara baiat adalah sayarat utama bagi seorang untuk memasuki dunia tarekat. Baiat adalah upacara insiasi yang menandai perlaihan dari seorang muslm biasa ke seorang muslim anggota tarekat. Peralihan sistem kehidupan keagamaan dari dunia syatiat saja ke arah dunia syariat dan hakikat. Dalam kehidupan sehari-hari penganut tarekat memiliki kesamaan dengan penganut agama lainnya, khususya pemeluk Islam terutama Islam yang beraliran Ahlus sunnah wal jamaah atau NU. Jika ada perbedaan maka sesungguhya perbedaan itu terletak pada corak kehidupan batin. Penganut tarekat sangat mementingkan kehidupan batin (esoteris) sedangkan penganut Islam lainnya lebih memetingkan aspek lahir ( eksoteris). Diantara cirinya yang membedakan penganut tarekat dan bukan penganut adalah tindak untuk melakukan wirid atau dzikir secara terstruktur dan sistematis. Pengant tarekat berprinsip bahwa semakin banyak membaca dzikir semakin banyak kemungkinan untuk meperoleh rahmat dan petunjuk Tuhan yang berupa kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat. Selain dzikir, penganut tarekat memiliki ketaatan yang sangat tinggi dalam melakukan shalat wajib dengan berjamaah. Hal ini terlihat dari keaktifan anggota tarekat untuk melakukan shalat jamaah baik di masjid kauman maupun mushala-mushala. “Pak Surahman adalah penganut tarekat yang juga berkerja sampingan sebagai pedagang padi. Jika dia nebas padi di sekitar Kuanyar maka pada saat shalat Dzuhur pasi pulang ke rumah. Dalam beberapa kali pertemuannta dengan saya, ternyata kalau pulang pukul 11.30 maka yang dikerjakan di rumah adalah melakukan shalat dzuhur” Shalat rawatib memang bisa dilakuka secara berjamaah di masjid, mushalla maupun di rumah. Dalam kasus Pak Sueb, meskipu dalam keadaan batuk yang cukup berat maka shalat berjamaah di masjid tidak pernah absen. Ia berheti shalat berjamaah di masjid kalau memang secara fisik sudah tidak memugkinkan. Tradisi melakukan shalat sunnah juga sangat tinggi. Kebiasaan melakukan shalat malam, misalnya juga diketahui pada diri Pak Surahman, Pak Hanafi dan lainnya. Mereka rata-rata terbiasa bangun pukul 3.00 WIB mejelang pagi. Jika itu sudah biasa dilakukan maka ada perasaan tidak enak jika tidak melakukan shalat malam. Biasanya setelah shalat malam dilanjutkan dengan dzikir menunggu datangnta shalat shubuh. Yang sudah tua dan tidak bekerja-biasanya ikut anaknya- maka rutinitas shalat duha dan isyaraq dapat dlakukan. Seperti Pak Kasmui, dia aktif melaksanakan kedua shalat tersebut. Tradisi melaksanakan puasa sunnah juga sangat mengedapankan. Tidak ada perbedaan antara yang tua dan yang muda dalam hal melaksanakan puasa sunnah. Hanya intasitas dan frekwensinya yang berbeda. Bagi yang muda tergantung pada kondisi eksternal yang meligkupinya. Begitu juga dalam hal tawajjuhan, tampaknya bukan ritual yag harus dilaksanakan dengan tingkat rtinitas yang sangat tinggi. Bagi mereka usia yang masih muda dan banyak kegiatan yang melibatkannya di dalam hubungan dengan keluarga, tetangga, dan masyarakat maka acara tawajjuhan dapat saja ditinggalkan. Namun bagi yang usia sudah tua dan tidak lagi terlibat dalam kegaiatan keluarga, tetangga atau masyarakat maka mendatangi tawajjuhan hampir-hampir menjadi kewajiban. Tapi pilihan tindakan yang dilakukan oleh penganut tarekat ketika harus memilih dua antara kegiatan yang sama-sama berat maka pilihan akan dijatuhkan dengan menggunakan tindakan rasional bertujuan. Ketika harus memilih melakukan tawajjuhan atau sambatan dalam suatu momentum yang sama maka pilihan akan dilakukan dengan menggunkan pertimbangan manakah dua kegiatan tersebut yag bersentuhan dengan kebutuhan masyarakat dan mana yang bersentuhan dengan kebutuhan diri sediri. Samabatan adalah kegiatan yag melibatkan masyarakat dan hanya dilakukan dalam waktu tertentu. Kegiatan tawajjuhan betujuan untuk kepentingan diri sendiri, dan dapat dilakukan dalam waktu terus menerus, sehingga jika suatu saat ditinggalkan maka kegiatan tersebut masih dapat dilakukan pada kesempatan lain. Dalam rangka pemenuhan kebutuhan fisik, seperti makan dan minum, penganut tarekat juga tidak menunjukan perbedaan yang sangat mencolok dengan sesama yang lainnya. Aktivitas makan minum, jenis makanan dan minuman serta tempat makan dan minum tidak jauh berbeda dengan individu lainnya. Mereka juga membutuhkan terhadap reproduksi untuk melanjutkan generasi keturunannya, dan hal tersebut dapat diamati dari keinginan untuk kawain lagi yang dikarenakan istri pertamanya tidak mempunyai anak. Seperti pada kasus Pak Kiai Syihabudin. Memang tampaknya dari kasus ini bersifat khusus, tetapi mengandung makna bahwa keinginan mereka untk melanjutkan generasi dari garis keturunannya mejadi bagian penting dalam kehidupan. Hal ini merupakan pola umum dari setiap individu dalam kehidupan. Pola berpakaian tampak amat sederhana, bhkan cendrung kepada pengertian yang penting aurat tertutupi. Gejala demikian tampak ketika mereka berpakaian dalam forum resmi, misalnya pengajian umum, tawajjuhan, tahlilan, dan forum forum tidak resmi seperti di rumah, menerima tamu, ke pasar, ke tempat berdagang dan lain sebagainya. Fenomena ini adalah sebuah cerminan mengenai sikap dan tindakan penganut tareat dalam memandang terhadap makna pakaian dalam kehidupan. Terlepas dari faktor ekonomi yang membelit mereka, tetapi yang jelas bahwa mereka memang tidak meyukai terhadap hal-hal yang menjadikan riya’(menyombongkan diri). Waktu istirahat bagi mereka huga relatif sedikit, apalagi kalau musim bekerja di sawah, menanam atau panen. Mereka jarang tidur siang, walaupun malamnya mengikuti pengajian sampai larut malam. Rata-rata merek tidur empat sampai enam jam. Tapi meskipun demikian, mereka tidak mengurang aktivitas lainya yang terkait dengan ehidupan sosial masyarakatnya, bahkan memenuhi kebutuhan keluarganya. Mereka tetap bekerja untuk kelurganya, kecuali mereka yang emang sudah tidak mampu lagi bekerja karea faktor usia atau sakit. Mereka bekerja di sektor pertanian dengan tanah yang relatif sempit, sehingga mengharuskan mereka untuk bekerja di sektor lain. Seperti perdagangan. Didalam buku ini juga diceritakan kehidupan penganut tarekat yang sudah tidak mampu bekerja, karena faktor usia maupun fakor kesehatan. Atau memang mereka tidak punya pekerjaan (pengangguran). Mereka sangat yakin bahwa manusia tidak mempunyai kekuatan untuk menolak apa yang telah ditakdirka oleh Allah SWT kepda hambanya, termasuk untuk menolak penyakit. Penyakit yang diderita tidak membuat mereka kurang bersyukur kepada Allah. Kehidupan para penganut tarekat adalah kehidupan yang unik, keunikan itu dapat dilihat dari fenomena kehidupan kaum tarekat yang mempunyai ciri khas, yaitu pengamalan agama yang bercorak esoterik. Mereka tidak mengamalkan agama dalam dimensi eksoterik, formal, kaku, dan penuh dengan tafsir teks yang literal, namun mereka mengamalkan ajaran agamanya dengan corak esoterik, mendalam, tidak kaku, dan penh dengan tafsir yag bercorak kepribumian. Mereka beragama dengan rasa bukan denga pikiran. Mereka beragama melalui olah roso. Jadi yang diasah dalam kehidupan beragama adalah mengendepankan “rasa” yang tentunya mengejewantahkan dalam kehidupan dalam hubungannya dengan dunia sekelilingnya.

KEUNGGULAN ISI BUKU : Dalam buku ini, Penulis mampu dan sangat telaten dalam menggambarkan kehidupan para kaum penganut tarekat Syattariyah di Desa Kuanyar dari berbagai latarbelakang pengautnya dan berbagai kegiatan yang sudah menjadi rutinitas mereka. Begitu juga dapat digambar secara gamblang bagaimana para penganut tarekat ini berinterkasi dengan kehidupan sekelilingnya, baik dari dari kalangan sendiri maupun dengan kalangan luar. Wallahu A’lam.


Repost from annubala2010.blogspot.com